Saturday 14 December 2013

Bayar Kuliah Dengan MUJIZAT



Sesuai janji saya pada tulisan sebelumnya (Cerdik Seperti Ular Tulus Seperti Merpati), pada kesempatan kali ini saya mau cerita sedikit tentang Mujizat yang tidak akan pernah saya lupakan dalam hidup saya. Yaitu bagaimana Tuhan memampukan keluarga saya untuk membiayai kuliah seorang Tari.

Seperti yang sudah saya ceritakan bahwa dari kecil saya bermimpi menjadi seorang dokter dan untuk itu ketika saya meneruskan jenjang pendidikan dari SMP ke SMA, Saya, Papi dan Mami sepakat untuk memilih sekolah negeri. Dengan alasan karena lulus dari SMA negeri akan lebih mudah masuk ke Perguruan Tinggi Negeri pula. Tapi saat saya duduk di kelas 3 SMA, saya mempertimbangkan kembali rencana tersebut. Saat itu yang jadi pertimbangan saya adalah :
  1. Kuliah kedokteran memakan waktu yang sangat lama
  2. Untuk masuk jurusan kedokteran membutuhkan perjuangan yang tidak mudah, apa lagi jurusan kedokteran di Perguruan Tinggi Negeri dan dengan biaya kuliah yang rendah. Harus berjuang mengalahkan ribuan pendaftar melalui ujian SNPTN (sebutan jalur kusus untuk masuk Perguruan Tinggi Negeri pada jaman saya SMA)
  3. Minat dan bakat saya nampaknya bukan di bidang kedokteran, melainkan sesuatu yang berhubungan dengan komunikasi
  4. Biaya kuliahnya sangat amat mahal
Saya dibesarkan bukan dalam lingkungan keluarga yang sangat kaya dan saya tidak pernah menyesali itu. Dan dalam hal kuliah, yang ada dipikiran saya adalah bagaimana caranya agar saya bisa kuliah tetapi tidak membebani orang tua dengan biaya kuliah yang mahal? Dan satu-satunya solusi adalah beasiswa. Akhirnya saya berusaha mencari informasi tentang beberapa Perguruan Tinggi yang memiliki program beasiswa, keputusan saya jatuh pada Perguruan Tinggi Swasta tempat saya kuliah saat ini dan menempuh program studi Usaha Perjalanan Wisata, dengan harapan saya bisa lolos dalam ujian saringan masuk Beasiswa Penuh yang ditawarkan saat itu.

Singkat cerita, hanya 1 doa saya waktu itu "Kalau memang Tuhan izinkan saya kuliah, aku mau biaya kuliahnya Tuhan yang bayar, jangan Papi Mami". Lalu saya mencoba ujian saringan masuk jalur beasiswa penuh, tak lama kemudian hasil pengumuman keluar dan hasilnya......... GAGAL

Saya sedih, kuatir dan hampir putus asa. Yang saya pikirkan adalah "Ya sudah kalau gitu, berarti Tuhan ga izinkan aku kuliah, ga apa-apa". Kemudian saya berunding dengan Papi dan Mami, mereka bilang saya tetap harus kuliah, beasiswa penuh gagal, tapi masih ada beasiswa per-semester bagi mahasiswa berprestasi nanti saat kuliah sudah berjalan. Akhirnya Papi dan Mami memberanikan diri untuk pinjam uang dengan Kukuh (kakak perempuan dari Papi) sebesar DP uang pangkal.

Singkat cerita saya mulai masuk kuliah,bergabung dengan bagian marketing kampus dan dari sinilah saya mendapatkan informasi lagi mengenai beasiswa 80% dari pemerintah. Saya didaftarkan oleh pimpinan marketing saya, dengan modal nilai UN, prestasi saat SMA dan loyalitas terhadap kampus. Dan puji Tuhan kali ini BERHASIL. Jadi selama saya kuliah 4 tahun, yang seharusnya membutuhkan biaya sekitar 65 juta, saya cukup membayar 15 juta alias DP yang sudah dibayar di awal kuliah.

Dari kejadian saya belajar bahwa betapa kecilnya saya dan betapa besarnya Tuhan yang saya punya. Saya berusaha kuliah dengan kemampuan saya melalui berbagai tes kepintaran tapi tidak berhasil, dan itu berarti memang saya tidak pintar (tidak ada alasan untuk sombong). Tuhan membuktikan bahwa pintar atau tidak pintarnya seseorang tidak menjadi jaminan masa depannya. Hanya Tuhan satu-satunya jaminan masa depan.

Dan saya bisa katakan bahwa Tuhan tidak bohong, Dia menjawab doa saya. Uang kuliah saya tidak dibayarkan oleh Papi Mami. Tapi Tuhan yang bayar, 80% lewat beasiswa yang Tuhan berikan cuma-cuma bagi saya, 20% lagi Tuhan bayar lewat Kukuh.

Lewat tulisan ini, saya mau berbagi dengan teman-teman yang sekarang duduk di bangku sekolah dan sedang kuatir mengenai masa depan pendidikan karena mungkin orang tua kalian punya keterbatasan ekonomi. Jangan kuatir, jangan menyesal karena pernah lahir dalam keluarga yang tidak kaya raya karena kamu masih punya 1 keluarga lagi yang kekayaannya tidak terbatas, namanya Tuhan.

Mungkin beberapa dari teman-teman saya sudah sering sekali mendengan cerita ini, tapi sayangnya saya tidak pernah bosan untuk bercerita Mujizat yang pernah saya alami ini. Karena dengan saya cerita berulang-ulang setiap ada kesempatan, saya membantu ingatan saya agar tidak lupa akan kebaikan Tuhan yang pernah saya alami.

Secara khusus saya mendedikasikan tulisan ini untuk Papi, Mami, Kukuh dan pimpinan marketing yang sudah sama-sama berjuang untuk saya bisa kuliah. Saya juga sangat bersyukur Tuhan tempatkan saya pada keluarga kecil dan keluarga besar saya yang sekarang ini.

Percayalah, tidak ada keluarga yang lebih baik, lebih cocok, lebih sesuai untuk kita selain dari pada keluarga dimana kita berada saat ini

Tuhan memberkati.

Tuesday 10 December 2013

Cerdik Seperti Ular & Tulus Seperti Merpati






Seberapa sering kalian mendengar kalimat ini? "Cerdik Seperti Ular dan Tulus Seperti Merpati". Beberapa dari kalian mungkin baru pertama kali mendengar, sudah beberapa kali atau sering bahkan sering sekali. Saya masuk dalam kategori sering sekali.

Bagi kalian yang sama seperti saya yang sering sekali mendengar kalimat ini, apakah kalian juga sudah menemukan cara untuk bertindak sesuai dengan "Cerdik Seperti Ular dan Tulus Seperti Merpati"? atau ini hanya menjadi statement biasa yang tidak memiliki arti atau pengaruh dalam diri kalian? atau kalian bingung apakah ada tindakan yang benar-benar sesuai dengan kalimat ini? Saya pernah berada dalam semua kondisi pertanyaan tersebut. Tapi sekitar 4 bulan belakangan ini saya menemukan jawaban dan contoh nyata kalimat ini. Lewat tulisan, saya mau berbagi sedikit dengan para pembaca.

Untuk mengawali sharing, saya akan cerita sedikit tentang seorang Tari dan impiannya.

Saya adalah seorang yang memiliki banyak imipian tinggi dan suka dengan tantangan, terutama dalam hal edukasi, pekerjaan dan prestasi. Sejak kecil saya akui, saya tergila-gila dengan prestasi. Saya memaksa diri untuk belajar dengan giat dengan 1 tujuan, yaitu prestasi (menjadi lebih baik dan lebih maju setidaknya selangkah dibanding orang lain). Saya sangat sadar hal ini dapat membawa saya naik jika saya melakukannya dengan benar atau sebaliknya membawa saya pada kehancuran yang parah jika saya melakukannya dengan menghalalkan segala cara untuk mecapai impian saya dan menjadi seorang yang keterlaluan ambisius.

Seiring berjalannya waktu, bersamaan dengan kegiatan sekolah saya dulu dan kuliah saya kini (Kuliah dengan Mujizat yang nanti akan jadi tulisan saya selanjutnya), saya bergabung dalam berbagai bentuk pekerjaan seperti marketing, freelance event organizor, MC, dan beberapa perusahaan travel agent saat program Praktik Kerja Lapangan dari kampus. Dan sepanjang deretan kegiatan tersebut saya selalu berpikir apa mungkin tindakan yang sesuai dengan "Cerdik Seperti Ular dan Tulus Seperti Merpati" itu benar-benar ada? Kalau memang ada bagaimana praktiknya?

Karena sepanjang yang saya alami, terjun dalam dunia bekerja tidak mudah. Menjaga hati, pikiran juga tindakan agar tetap 'bersih' dan sesuai kehendak Allah dalam bekerja adalah sulit, butuh perjuangan. sama halnya dengan praktik "Cerdik Seperti Ular dan Tulus Seperti Merpati"
Ada 2 contoh yang saya temui :

  • Banyak orang yang sukses, memiliki perusahan sendiri, memiliki penghasilan besar, kedudukan tinggi atau yang saya sebut dengan istilah "Sepertinya Cerdik seperti Ular"
Beberapa orang bekerja dengan licik bahkan tidak jujur dan merugikan orang lain. Memalsukan laporan keuangan atau laporan pajak ganda, memberikan upah yang tidak sesuai dengan hak yang seharusnya diterima karyawan, pembagian keuntungan yang tidak jujur, dan lainya. Saya pernah berada dalam lingkungan ini, dan yang sangat disayangkan beberapa dari mereka mengaku Anak Tuhan. Memang sepertinya diberkati, tapi saya yakin jika kita sebagai Anak Tuhan menjalankan bisnis atau bekerja dengan cara yang tidak sesuai dengan kehendak Allah maka Allah tidak akan berkenan atas usaha kita. Sebagai buktinya beberapa orang yang saya maksud, kenyataannya seringkali mengalami kesulitan keuangan, menjadi pergunjingan orang, ditinggalkan orang, tidak pernah merasa cukup, bahkan usahanya terancam berantakan. Sekali lagi sepertinya diberkati, aslinya Tuhan tidak berkenan.

  • Seseorang yang menjalankan bisnis dengan takut akan Tuhan dan tidak cinta uang, walaupun sepertinya kekayaannya biasa-biasa saja, tapi tidak pernah kekurangan. "Cerdik Seperti Ular dan Tulus Seperti Merpati"
Setelah melihat banyak contoh yang tidak baik dalam dunia kerja, selama 4 bulan ini akhirnya saja mendapatkan teladan yang benar, tidak lain dan tidak bukan adalah pimpinan kantor dimana saya bekerja sekarang ini. Beliau mengepalai perusahan ini, yang statusnya dapat dikatakan sebagai kantor cabang travel yang ada di Malaysia dan Singapura. Beliau sangat giat dan memiliki strategi bisnis yang hebat. Dan saya rasa itu bukan semata-mata hasil pemikirannya tapi hikmat dari Allah bagi seorang pemimpin yang mau Allah pimpin. Pernahkah kamu menjumpai perusahaan yang komitmen memberikan perpuluhan ke Gereja? Pernahkah kamu menjumpai perusahaan yang banyak piutang tapi tidak mau utang? ya itu perusahaan tempat saya bekerja saat ini.

Ketika kami sudah kerja keras mengemas sebuah program wisata sudah 70% pasti deal tiba-tiba tamu kami cancel pimpinan saya tidak kecewa, dia hanya bilang "Ga apa-apa, berkat datangnya bukan dari tamu, tapi dari Tuhan. Tuhan bisa kasih tamu yang lebih banyak lagi" atau statement beliau lainnya seperti "Ga apa-apa kita dicurangi, yang penting kita tidak curang" bahkan ketika beliau belum ambil gaji selama 2 bulan karena uang pribadinya dipakai untuk cash flow perusahaan, beliau tidak pernah kelaparan tetap bisa jalan-jalan dan enjoy. Bahkan gaji staf nya tetap lancar dan pembayaran tagihan tetap lancar juga tidak ada pemalsuan laporan pajak. Perusahaan ini bukan tidak pernah rugi, kami pernah defisit selama beberapa bulan, sebagai perusahaan yang baru lebih kurang 8 bulan beroperasi defisit sangat wajar. Tapi dari bulan ke bulan bekerja dengan takut akan Tuhan sangat membuahkan hasil, saya melihat Tuhan membawa perusahaan ini semakin berkembang. Bayangkan dari defisit 2-3 bulan, di bulan ke 7 perusahan travel kecil yang hanya memiliki 2 orang pekerja menghasil kan keuntungan hingga beberapa puluh juta. Dan itu sungguh-sungguh bukan usaha manusia. Itu hadiah dari Tuhan untuk kerja keras yang disertakan dengan takut akan Tuhan.

Dan coba kalian tebak, usia pimpinan saya masih di bawah 30 tahun.

Hal ini menjadi bukti bagi saya secara pribadi, ternyata Tuhan ga muluk-muluk Cerdik Seperti Ular dan Tulus Seperti Merpati" itu memang ada dan sangat mungkin untuk dilakukan. Hanya saja kita mau atau tidak?

Secara kusus saya berbagi tulisan ini dengan kalian anak muda seperti saya yang memiliki impian besar menjadi seorang pengusaha tetapi belum memiliki teladan yang benar, juga kepada kalian yang sudah memiliki usaha atau pun bekerja dengan cara yang belum benar, masih ada waktu untuk mengubah apa yang tidak berkenan dimata Tuhan menjadi apa yang sangat diberkati Tuhan

Menjadi kaya itu berbeda dengan menjadi diberkati Tuhan

Tuhan memberkati

Saturday 7 December 2013

BELAJAR DARI IKAN




Tepat di tanggal 07 Desember 2013 hari ini, kantor saya kedatangan penghuni baru yang saya sebut dengan "mainan baru" yaitu beberapa ekor ikan hias. Atasan saya yang memang menyukai ikan hias, dan memutuskan untuk memelihara ikan tersebut dikantor kami yang terbilang baru. Sebuah keputusan yang memberi suasana unik dan baru bagi saya yang pada dasarnya tidak terbiasa memelihara hewan terutama di tempat kerja.

Setelah beberapa jam "mainan baru" ini menempati rumahnya, saya tertarik untuk memberi mereka makan. Dan siapa sangka lewat memberi makan ikan hias, saya sangat terberkati. Lewat tulisan ini saya akan berbagi sedikit cerita tentang berkat yang saya maksud.

Pernahkah anda berhitung, berapa banyak doa yang anda naikan kepada Tuhan yang isinya adalah "proposal" kebutuhan anda? Entah kebutuhan sehari-hari atau kebutuhan masa depan anda. Saya pribadi menyatakan mungkin "proposal" yang saya ajukan pada Tuhan lewat doa tidak terhitung jumlahnya.


Ok, lalu terlintas pada pikiran saya saat momen memberi makan ikan hias, "Pernah ga ya ikan berdoa pada tuannya untuk minta makan?" hahaha. Saya rasa tidak, karena sejauh yang saya tahu  ikan bukan manusia yang punya impian, harapan, dan jalur komunikasi dengan manusia sebagai pemiliknya.


Tapi ini yang menarik,

Pertama, walaupun ikan tidak minta makan, tapi saya atau pemiliknya pasti memberi dia makan bukan? bahkan bagi penyayang ikan seperti pimpinan saya, Beliau memberi makan ikan tersebut dalam jangka waktu yang teratur, tidak terlambat dan tidak terlalu cepat. Dan bukankah begitu juga dengan Tuhan sebagai Tuan dan Pemilik kita manusia? kalau manusia bisa mengasihi hewan peliharaan sedemikian rupa, bukankah Tuhan pasti mengasihi kita lebih dari itu? Bukankah Tuhan lebih dari manusia, dan manusia lebih dari sekedar hewan peliharaan? Bahkan dalam kekristenan sebagai orang percaya kita dikatakan anak Allah. So, kita harus belajar beriman, bahwa tanpa kita mengajukan sederetan daftar kebutuhan kita, Tuhan tahu kok apa yang benar-benar kita butuhkan. Kalau Nyawa Yesus saja diberikan bagi manusia yang percaya, apa lagi sekedar kebutuhan-kebutuhan hidup lainnya. Percaya saja.

Kedua, saya memberi makan pada ikan dengan cara menyediakan makanannya, bukan menyuapinya. Ketika saya memberi makan, ikan-ikan berusaha untuk mencari dan menemukan makanan tersebut. Saya rasa hal yang sama berlaku antara Tuhan dan kita anak-anakNya. Kadang kala kita harus berhenti untuk manja dan berharap disuapi Tuhan. Tuhan sudah sediakan hanya saja kita yang malas untuk meraihnya. Seperti yang tertulis dalam Matius 7:7 "Carilah maka kamu akan menemukan" hal yang kita cari sudah ada, hanya saja kita yang sudah mencari atau belum? "Ketuklah maka pintu akan dibukakan bagimu" pintunya sudah ada, tapi masalahnya kita sudah ketuk atau belum?
Mari kita sama-sama belajar bertumbuh untuk jadi pribadi yang dewasa termasuk dalam hal rohani. Saat jadi bayi jelas kita disuapi, tapi tidak selamanya kita diposisi sebagai bayi kan? Ada saatnya kita bertumbuh dan belajar meraih makanan yang sudah Tuhan sediakan.

Jangan berhenti bertumbuh, berhenti bertumbuh sama dengan berhenti hidup.

Ternyata dari memberi makan ikan, Tuhan pun memberi makan saya lewat perenungan sederhana ini.
Sekian dan terimakasih, Tuhan memberkati.